Tulisan Penelitian Perdana 2011
Sebuah tulisan ketika masih duduk di bangku perkuliahan semester 1, matakuliah pengantar Antropologi. Tulisan hasil penelitian pertama, yang dilaksanakan ketika inisiasi di Batu, Coban Rais di 12-13 Desember 2011...waktu itu dapat kelompok tentang teknologi..
MAKALAH
DINAMIKA MASYARAKAT DRESEL:
EKSISTENSI TEKNOLOGI DAN SISTEM PERALATAN PADA MASYARAKAT
PETERNAKAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A,Latar
belakang
Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk Homo Faber yang senantiasa menciptakan
alat, dan menggunakan teknologi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tentu peralatan
tersebut digunakan sebagai cara-cara untuk memproduksi dan memudahkan pekerjaan
manusia. Kehidupan manusia saat ini tidak terlepas dari sistem peralatan dan
teknologi. Seiring berjalannya waktu, teknologi semakin berkembang pesat
disertai dengan dimulainya modernisasi dan globalisasi. Selain itu tingkat
peradaban suatu kebudayaan juga dapat diukur dari tingkat teknologi yang
dimiliki oleh masyarakat. Di dalam infrastruktur, upaya manusia memenuhi kebutuhan
hidup (terutama pangan) tergantung pada jumlah energi dan teknologi. Menurut
Leslie White (1949):
“ konsep kebudayaan sebagai
sistem yang terintegrasi, dinamik dan simbolik, yang komponennya yang paling
penting adalah teknologi “
Perkembangan budaya sangat dipengaruhi oleh teknologi
sebagaimana sejumlah energi yang berhasil dihimpun dan dimanfaatkan. Semakin
tinggi efektifitas dan efisiensi teknologi untuk pemanfaatan energi, maka
semakin tinggi pula tingkat budaya atau peradabannya. Oleh sebab itu derajat
dan tingkat perkembangan budaya bervariasi tergantung pada tingkat efisiensi
dan efektivitas teknologi yang digunakan.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai teknologi pada
masyarakat peternakan (cattle society).
Ketertarikan peneliti untuk mengambil ranah kajian ini adalah sebagaimana teknologi
merupakan salah satu unsur dari tujuh unsur kebudayaan yang cepat berubah, juga
ingin mengetahui seberapa jauh teknologi dapat mengubah eksistensi manusia
apakah semakin maju dan kompleks dalam kaitan penggunaannya demi mempermudah
dan meningkatkan hasil produksi mereka guna memenuhi kebutuhan hidup (basic needs). Kota Batu, yang dikenal
sebagai kota apel, pun identik dengan kehidupan pertanian, perkebunan dan daya
tarik utamanya adalah menjadi salah satu tujuan wisata di Jawa Timur.
Penelitian dilaksanakan di sebuah
desa di kawasan kota Batu, tepatnya di daerah Dresel, desa Oro-oro ombo. Letak
geografis kota Batu yang berada di dataran tinggi membuat sebuah dinamika masyarakat yang beragam baik dari segi mata
pencaharian, tingkat populasi, produksi, kependudukan hingga penggunaan
teknologi. Beberapa diantaranya yang menjadi komoditas ekspor khas kota ini adalah
buah-buahan seperti apel, sayuran, dan lain sebagainya. Akan tetapi, ada
beberapa daerah seperti di desa oro-oro ombo, dimana wilayah ini rata-rata
masyarakatnya bermata pencaharian sebagai peternak. Peternakan sapi, bebek
maupun kelinci dapat ditemui di daerah ini. Teknologi tidaklah sebatas pada
tradisional maupun modern, akan tetapi bagaimana teknologi dan peralatan mampu
mempengaruhi perkembangan pemenuhan kehidupan dasar masyarakat khusunya pada
masyarakat peternak ini.
Harapannya semoga kajian mengenai sistem peralatan dan
teknologi ini dapat mengungkap bahwa eksistensi teknologi muncul dalam
cara-cara manusia hidup, melaksanakan mata pencahariannya, cara ia
mengorganisasi masyarakat, memproduksi hingga mengapresiasi sebuah rasa
keindahan.
B.Rumusan
Masalah
1. Apa
peralatan dan teknologi yang digunakan oleh masyarakat oro-oro ombo ?
2. Bagaimana
perkembangan sistem peralatan dan teknologi di masyarakat oro-oro ombo?
3.
Bagaimana pengaruh teknologi
dalam kaitannya manusia memenuhi basic
needs?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian
ini adalah untuk :
1. Mengetahui
sistem peralatan dan teknologi yang digunakan oleh masyarakat Oro-oro ombo
khususnya pada matapencaharian peternakan.
2. Mengetahui
perkembangan sistem peralatan dan teknologi pada masyarakat peternakan di desa
Oro-oro ombo
3. Mengetahui pengaruh dari sistem peralatan dan teknologi
pada kehidupan dalam memenuhi basic needs
masyarakat Oro-oro ombo.
D.Kerangka
Pemikiran
D.1 Konsep Teknologi
Di dalam
evolusionisme, terdapat evolusi unilinear, evolusi multilinier dan evolusi
universal. Menurut konsepsi tentang proses evolusi sosial secara universal,
memandang dalam rangka masyarakat manusia telah berkembang dengan lambat
(berevolusi), dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang makin lama makin
tinggi dan kompleks. Proses evolusi ini akan dialami oleh semua masyarakat
manusia di belahan bumi walaupun dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Di dasar setiap kebudayaan adalah peralatan, mesin,
teknik-teknik, dan praktik-praktik yang menghubungkan eksistensi manusia dengan
kondisi materi dari habitat tertentu. Dengan teknologinya, kebudayaan
berinteraksi dengan lingkungan fisiknya untuk mendapatkan makanan, bahan bakar,
dan bentuk-bentuk energi yang bisa digunakan.
Berdasarkan
pemikiran dari salah satu tokoh antropologi Amerika Utara Leslie White (lihat
Havilland 1999:340) melihat bahwa kebudayaan sebagai kumpulan dari tiga
komponen, yaitu komponen tekno-ekonomis, organisasi sosial dan ideologi.
Komponen tekno-ekonomis adalah cara yang digunakan oleh para anggota suatu
kebudayaan dalam menghadapi lingkungannya. Bagi Leslie White, perkembangan
kebudayaan merupakan reaksi atas perkembangan dan kemajuan teknologi. Dalam tulisannya
yang dihimpun dan diberi judul The
Science of Culture (1949) ia mengemukakan konsep kebudayaan sebagai
sistem yang terintegrasi, dinamik dan simbolik, yang komponennya yang paling
penting adalah teknologi (lihat Ahcmad Fedyani,2005:118).
“budaya
berkembang/berevolusi sebanding dengan energi yang himpun dan dimanfaatkan per
kapita per tahun atau sebanding dengan efisiensi dan efektivitas teknologi
untuk memanfaatkan energi semakin tinggi”. Senada dengan Leslie White, Julian
Steward juga memandang lingkungan sebagai sesuatu yang terhadap lingkungan itu
kebudayaan beradaptasi melalui penggunaan alat, teknologi dan pengetahuan—dalam
satu kata, kebudayaan.
Pendapat lain dikemukakan oleh
Marvin Harris (1979) yang membagi kehidupan pada infrastruktur, struktur dan
suprastruktur. Dalam pendekatan materialisme kebudayaan, Harris melihat teknologi sebagai salah satu faktor
pendukung infrastruktur dalam aspek produksi yang menjadi landasan perkembangan
suatu masyarakat.
Harris
melihat teknologi dari suatu kelompok manusia merupakan sistem yang menyeluruh
tentang pengetahuan manusia dalam aspek produksi, yang berasal dari interaksi
manusia dengan lingkungannya. Teknologi mencakup penggunaan alat-alat, pola
kerja, sistem pengetahuan dan informasi yang dimiliki oleh para pekerja, dan
sumberdaya organisasi untuk aktivitas produksi.
D.2
Konsep Teknologi Tradisional
Tradisional sebagaimana yang dikemukakan J.J
Honigmann, The World of Man (1959)
bahwa teknologi itu mengenali, segala tindakan baku manusia merubah alam,
termasuk badannya sendiri, atau badan orang lain. Maka mengenai cara manusia
membuat, memakai, da memelihara seluruh peralatannya, bahkan mengenai cara
manusia bertindak dalam keseluruhan hidupnya. Menurut Koentjaraningrat
(1990:343 ) Teknologi tradisional paling sedikit mengenai sistem peralatan dan
unsur kebudayaan fisik yang dipakai oleh manusia dalam masyarakat kecil yang
berpindah-pindah atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian yaitu
:
1. alat-alat
produktif
2. senjata
3. wadah
4. alat-alat
menyalakan api
5. makanan
6. pakaian
dan perhiasan
7. tempat
berlindung dan perumahan
8. alat-alat
transportasi
D.3
Konsep Teknologi Modern
D.
Bell menyatakan bahwa teknologi pada dasarnya instrument untuk memperbesar
(expand) kekuasaan manusia dalam menciptakan kekayaan. Selain itu, Teknologi
adalah karya yang diciptakan manusia melalui proses social yang sangat
kompleks. Teknologi modern bisa diartikan berupa pengggunaan mesin yang canggih
atau sebuah pemikiran baru.
D.4
Konsep masyarakat Peternakan (cattle
society)
Peternakan atau Pastoralism
adalah salah satu dari mode produksi yaitu kegiatan mengembangbiakkan dan
membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan
tersebut. Masyarakat telah bergantung kepada binatang yang sudah jinak dan mereka
kembangbiakkan.
§ Nomadic pastoralism, yaitu
tipe pastoralisme yang selalu berpindah mencari tempat yang terbaik, dan akan
selalu berpindah meskipun ke tempat yang sangat jauh. Contohnya adalah
pastoralisme pada bangsa Mongol dan Arab.
§ Transhumance, yaitu
tipe pastoralisme yang mana para pastoralist selalu memindahkan binatang ternak
mengikuti musim. Misalnya, ketika musim panas mereka akan mencair daerah yang
lebih tinggi dan dingin, dan akan mencari daerah rendah dan panas ketika musim
dingin. Contohnya, pastoralisme di Alpen Swiss dan Iran.
Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan
penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan
secara optimal. Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan,
yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok
kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci dan bebek. Biasanya
masyarakat peternak ini hidup di daerah padang rumput stepa atau sabana.
Binatang yang dipelihara berbeda-beda menurut daerah geografisnya.
Di kota Batu, yang terletak di daerah pegunungan,
memungkinkan untuk melakukan kegiatan beternak ini. Sebagai contoh di kawasaan ini di temui
ternak sapi perah, Sapi memiliki banyak manfaat dan peran penting dalam
kelangsungan hidup, pertama, dagingnya yang dapat dikonsumsi, hasil susunya,
atau tenaga dan energi sapi. Hingga hasil pembuangan sapi yang berupa faeces dapat dimanfaatkan sebagai bahan
biogas.
E.Metodologi
Penelitian
E.1.
Jenis dan Metodologi Penelitian
Metode adalah cara, sedang
penelitian adalah kegiatan mengumpulkan data. Jadi metode penelitian adalah
cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data. Data yang diperoleh berupa
data kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan wawancara dan observasi.
E.2
Waktu dan tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama satu
hari yaitu pada saat kegiatan inisiasi mahasiswa antropologi Universitas Brawijaya, tanggal 17 Desember 2011. Tepatnya di desa
Oro-oro ombo, dusun Dresel, Batu, Malang, Jawa Timur.
E.3
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
dengan metode:
·
Penelitian Kepustakaan,
yaitu metode yang digunakan untuk dengan mencari data yang bersifat konsep dan
teoritis.
·
Penelitian Lapangan
Pada
metode ini, peneliti berinteraksi secara langsung dengan masyarakat yang
diteliti dengan cara
Ø Wawancara,
adalah kegiatan tanya jawab yang berfungsi menggali opini dan pandangan dari
alam pikiran masyarakat.
Ø Observasi,
yaitu pengamatan yang dilakukan untuk melihat keadaan yang terjadi di
masyarakat.
Pada
penelitian ini, dipilih dua informan sebagai sumber informasi. Informan yang
pertama bernama Ibu Ertita, 45 tahun asal NTT. Informan yang kedua yaitu Bapak
Masruhin,60 tahun, berasal dari Nganjuk.
BAB
II
ISI
1. Apa
peralatan dan teknologi yang digunakan oleh masyarakat oro-oro ombo ?
Peralatan dan teknologi yang digunakan
oleh masyarakat desa oro-oro ombo khususnya pada kegiatan matapencaharian
mereka sebagai peternak sapi anatara lain adalah alat-alat sederhana seperti ember,
untuk meletakkan susu hasil perahan. Wadah penyimpanan susu sapi yang terbuat
dari stainless steel sebagai media
penyimpanan saat akan di distribusikan ke KUD (Koperasi Unit Desa). Alat-alat
transportasi yang digunakan seperti sepeda motor, sepeda untuk mengantar hasil
produksi susu. Peralatan tersebut tergolong dalam alat-sederhana. Pada peternak
bebek, peralatan kerja yang dimiliki seperti alat penetas telur, alat teropong
telur, alat-alat pengukur seperti thermometer dan higrometer.
2. Bagaimana perkembangan sistem peralatan dan
teknologi di masyarakat oro-oro ombo?
Berdasarkan
hasil pengamatan dan wawancara dengan beberapa informan selama satu hari pada
masyarakat di desa Oro-oro ombo. Pada informan pertama yakni Ibu Ertita
merupakan salah satu pemilik hewan-hewan ternak yang ada di desa tersebut.
Beliau beserta 3 orang adiknya memiliki
sapi perah yang keseluruhan berjumlah delapan ekor. Usaha beternak sapi perah
ini merupakan usaha turun temurun di keluarganya. Setiap hari pada jam 06.30 dan
15.30 beliau menyetorkan hasil perah susu sapi segar pada KUD (Koperasi Unit
Desa) Margirahayu yang letaknya hanya berjarak beberapa meter dari rumah.
Jumlah susu sapi yang disetor tidak menentu per liternya dalam sehari. Setiap
satu liternya di beri harga sebesar Rp 2.900.
Sebenarnya, dibandingkan dengan KUD Margirahayu, harga beli susu segar
yang lebih tinggi akan didapatkan jika
menyetorkan susu segar pada KUD Batu. Harga
perliter susu yang dibeli bisa mencapai
Rp. 3.100. Tetapi Ibu Ertita lebih memilih menyetorkan hasil perah
sapi-sapi nya kepada KUD Margirahayu karena pelayanan di KUD Batu tidak begitu
menyenangkan. Hal ini menandakan bahwa
ukuran orang yang dapat menyenangkan orang lain lebih berharga daripada
keuntungan semata. Meskipun harga beli lebih tinggi, namun apabila terjadi
ketidaknyamanan pada prosesnya maka keuntungan bukanlah menjadi tujuan utama.
Alhasil,
rata-rata peternak sapi perah di kawasan ini masih bekerja dengan cara manual
dan belum menggunakan teknologi pemerahan susu yang canggih. Hal ini terjadi
ketika Ibu Ertita menuturkan bahwa alat-alat teknologi perah susu sapi harganya
mahal. Disini menunjukkan bahwa adanya kekurangan modal menjadi salah satu
faktor lambatnya perkembangan teknologi di desa Oro-oro ombo. Selain itu,
perawatan yang sangat intensif pada hewan ternak sapi juga membutuhkan modal
yang tidak sedikit. Sapi-sapi ini memerlukan perawatan khusus, makanan dan
minuman, bahkan ramuan semacam jamu agar air susu dapat produksi dengan baik.
Apabila sapi-sapi pengahsil susu tersebut telah berumur senja, sapi tidak dapat
memproduksi susu. Sapi berumur senja akan dijual dan ditukar dengan sapi yang
lebih muda. Pada masa sekarang harga sapi mencapai Rp 9.000.000-, tetapi pada
jaman dulu dapat mencapai hingga Rp. 13.000.000-, Harga ini pun juga
dipengaruhi harga lemak, jika harga lemak turun maka harga sapi menurun, dan
jika harga lemak naik makan harga sapi juga akan naik.
Sebelum
menjadi sorang peternak, ternyata Ibu Ertita pernah menjadi petani bawang
merah, namun tidak berlangsung lama karena beliau mengalami bangkrut. Keuntungan
yang Ibu Ertita peroleh dari produksi susu sapi ini mencapai Rp 1.000.000 per
10 hari. Harta yang dimiliki Ibu Ertita pun dirasa cukup karena beliau memiliki
peralatan rumah tangga lain seperti kulkas, televisi, magic jar, dan sebuah
rumah tempat tinggal, juga empat buah sepeda motor—dimana alat transportasi ini
sebagai alat distribusi susu sapi. Beliau menuturkan, terpentingnya adalah
dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari dan untuk makan sekeluarga.
Cerita berbeda diungkapakan oleh Bapak Masruhin, adalah
seorang pensiunan dosen pertanian di Universitas Brawijaya, menciptakan sebuah
alat penetas telur. Pembuatan dari alat ini terbilang masih baru, karena usia
alat tersebut belum genap 1 tahun. Bahkan alat teknologi ini masih berada di
dalam tahap perkembangan, karena tingkat keberhasilan dari alat ini baru
mencapai 60%. Alat penetas telur ini sekilas tampak seperti lemari biasa yang
terbuat dari kayu dan triplek. Akan tetapi, lemari ini di hubungkan dengan listrik.
Adapun di dalam lemari penetas telur ini terdapat
thermometer dan higrometer. Alat-alat pengukur yang diletakkan ini berfungsi
untuk mengukur kelembapan, karena untuk setiap telur memiliki kadar kelembapan
berbeda. Pada telur ayam dibutuhkan 50-60 kelembapan, untuk telur bebek 60-70
sedangkan telur menthok diatas 70. Di
dalam lemari ini dapat di isi dengan sejumlah 480 telur. Adapun cara kerja dari
alat penetas telur ini selama 6 hari. Semua telur diletakkan ke dalam lemari.
Di malam hari, setiap telur di teropong, yang juga terbuat dari bekas lampu
yang dihubungkan dengan kabel. Jika pada telur di temukan tanda bercak berwarna
merah, menandakan bahwa telur bisa untuk di tetaskan. Telur – telur tersebut
bisa menetas setelah 28 hari. Dalam melaksanakan tugas-tugas ini, bapak yang
juga sibuk mengajar di TPQ ini dibantu dengan beberapa pekerja lepas.
Alat penetas telur ini masih dalam tahap perkembangan,
oleh karena itu, hasil keuntungan yang diperoleh dari panen bebek ini juga
belum dapat dipastikan. Untuk menceburkan diri dan beralih dari ilmu pertanian
menuju peternakan, bapak dua orang anak ini bahkan belajar tentang ilmu
beternak selama kurang lebih satu tahun. Sebagai pribadi yang senang belajar
dan mencari ilmu, hingga bapak Masruhin membuat sebuah alat penetas telur.
Bapak
pensiunan dosen ini berpendapat bahwa hidup ini bekerja dengan sebuah sistem
yang tidak dapat dipisahkan. Jadi, mempelajari banyak ilmu merupakan ibadah dan
merupakan suatu kemuliaan. Hal ini dibuktikan bahwa beliau, meskipun seorang
pensiunan dosen dari bidang pertanian, tetapi beliau mempelajari ilmu baru
seperti di bidang peternakan. Beliau juga memiliki kebun kopi sebesar 1 Ha, dan
juga berencana untuk membuka bisnis kopi luwak. Sebagai pengalaman, hal ini benar-benar
belajar “mendengarkan”. Tidak cukup
hanya dengan sepasang telinga, tetapi hati, otak, dan seluruh panca indra pun
turut hadir di saat kita ingin mendalami alam pikir seseorang, yang kita
sebut—informan. Meski tidak mudah, karena memang informan membawa kita pada
perbincangan di luar konteks. Namun, sesungguhnya walau terjadi percakapan
tidak relevan, atau keluar dari topik, selalu ada pesan-pesan, nasihat, kata penyemangat,
dan kata—mutiara. Seperti yang terjadi
pada wawancara saya pada Bapak Masruhin.
Dari hasil keseluruhan data tersebut dapat dianalisis
bahwa, perkembangan teknologi dalam bidang masyarakat peternakan di desa
Oro-oro ombo masih pada tahap berkembang bahkan tergolong belum peka terhadap
teknologi. Lambatnya perkembangan teknologi di kehidupan masyarakat peternak di
desa ini disebabkan oleh beberapa hal. Hal
itu terjadi karena adanya beberapa faktor baik dari SDM (Sumber Daya Manusia)
maupun faktor modal. Penggunaan teknologi memang harus didukung dengan kualitas
SDM, faktor modal dan keseimbangan SDA (Sumber Daya Alam).
3. Bagaimana pengaruh teknologi dalam kaitannya manusia
memenuhi basic needs?
Kehidupan manusia terbagi dalam infrastruktur, struktur
dan suprastruktur. Pada infrastruktur, yang salah satu unsur pentingnya adalah
produksi. Sistem peralatan dan teknologi sebagai salah satu hal yang mendukung
dalam pemenuhan tersebut. Kebutuhan manusia tidak lepas dari pemenuhan
kebutuhan dasar yakni pemenuhan pangan. Di masyarakat desa Oro-oro ombo, pengaruh
teknologi akan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari belum sepenuhnya saling mengisi. Karena adanya beberapa faktor, Kehadiran
teknologi yang canggih atau mesin-mesin memang sangat berpengaruh, terutama
pada peningkatan produksi dan efisiensi. Secara tidak langsung juga akan
mempengaruhi tingkat ekonomi masyarkat. Tentunya juga memperhatikan dampak
sosial-budaya yang diakibatkan oleh teknologi.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah dilakukan penelitian. pada
masyarakat desa Oro-oro ombo, sistem peralatan dan teknologi peternakan berada
dalam tahap perkembangan. Cara-cara di dalam pemerahan atau produksi hasil
ternak masih dilakukan dengan cara-cara tradisional. Selain itu,pada mode
produksi peternakan hewan bebek, salah satu alat penetas telur juga masih dalam
tahap pengembangan alat. Tentu, penggunaan teknologi dan alat yang masih minim
menyebabkan produktivitas hasil ternak kurang maksimal. Penyebab dari lambatnya tahapan perkembangan teknologi
di desa Oro-oro ombo adalah:
1. Kekurangan
modal dari para peternak
2. Kekurangan
Sumber Daya Manusia dalam mengembangkan teknologi baru di bidang peternakan
Memang ada pendekatan relatif didalam tingkatan teknologi di suatu
tempat. Tidak canggih di daerah ini
belum tentu tidak canggih di daerah lain.
Kebudayaan itu dinamis, senantiasa berevolusi, dari hal-hal sederhana
menuju kompleks.
B.
Saran
Berdasarkan hasil dari pengamatan
pada dinamika kehidupan sistem peralatan
dan teknologi di masyarakat desa Oro-oro ombo terdapat sartan:
Bagi
pemerintah
1. Menyediakan
lembaga bantuan yang bergerak di bidang permodalan, sebagai penunjang agar para
peternak agar dapat memperbaharui sistem peralatan dan teknologi
2. Mengadakan
penyuluhan, motivasi, pelatihan pada
masyarakat peternak di desa oro-oro ombo untuk mengembangkan teknologi
pemerahan susu sapi, karena jika teknologi meningkat, produktivitas akan
meningkat dan ekonomi daerah beserta masyarakat juga akan saling berpengaruh
3. Peningkatan
Sumber Daya Manusia
4. Berupaya
menjadikan desa Oro-oro ombo sebagai salah satu sentra produk susu di kota
Batu, untuk menjadi salah satu alternatif pariwisata
Bagi
masyarakat peternak desa oro-oro ombo
1. Agar
lebih tanggap dan terbuka terhadap
teknologi dan pembaruan dalam bidang peternakan pemerahan susu sapi atau hewan
lainnya
2. Mengembangkan
teknologi dan peralatan secara bertahap
3. Selalu
terbuka pada ilmu pengetahuan baru khusunya bidang teknologi
DAFTAR
PUSTAKA
Besari,
M. Sahari. 2008. Teknologi di Nusantara: 40 Abad Hambatan Inovasi. Jakarta: Salemba
Teknika
Ihromi,
T.O.1999. Pokok-pokok Antropologi Budaya.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Koentjaraningrat.1990.
Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:
Rineka Cipta
Koentjaraningrat.1987.Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)
Putra, Hedhy Shri Ahimsa. 2009. Paradigma Ilmu Sosial Budaya. -Sebuah
pandangan- Makalah Kuliah Umum Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung 7
Desember
Saifuddin, Achmad
Fedyani. 2006. Antropologi kontemporer, suatu
pengantar kritis mengenai
paradigma. Jakarta: Kencana
Sudikan,
Setya Yuwana. 2001. Metode Penelitian
Kebudayaan. Surabaya: Unesa Unipress bekerjasama dengan Citra Wacana
Widyosiswoyo,
Supartono. 2000. Sejarah Kebudayaan
Indonesia. Jakarta: penerbit Universitas Trisakti
Referensi
internet
______,
“Kajian Teori Marvin Harris dan Leslie Alvin White”, diambil dari web http://www.scribd.com//
______,“Perspektif
Antropologi dalam Kajian Sosioteknologi”, diambil dari http://www.el-noya.blogspot.com
Sumaryono,
“Teori Budaya: resume buku karya David Kaplan Robert A Manners penerjemah Landung
Simatupang”, diambil dari http://www.sastrajawa.com//
Komentar