Pengalaman, Pembelajaran, Kebenaran dan semangat!




berbagi Pengalaman menjadi Tim Administrasi UKJ AJI 2013, di hotel Ollino Garden, Malang.

Hal apa kah yang dipastikan jatuh terlebih dahulu apabila di era ini apabila setiap orang menanggap dirinya adalah “media”, atau siapapun bisa menjadi ”jurnalis”, yang menginformasikan peristiwa dan kejadian hanya dengan update media sosial ?.
Kebenaran. Ya, karena pada dasarnya sebuah penyampaian berita dituntut dan wajib hukumnya mengungkapkan informasi berupa fakta secara tepat dan akurat.  Awalnya pandangan ini saya peroleh dari seorang bapak penguji dalam suatu rangkaian ujian kompetensi jurnalis bagi para anggota AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia) yakni, bapak Willy Pramudya. Media mampu mendisiplinkan seseorang, seperti itulah kiranya menurut beliau. Pertemuan saya dan beliau terjadi  karena keterlibatan saya sebagai salah satu tim administrasi, atau bisa disebut juga sebagai asisten dan pendamping penguji dalam melaksankan ujian bagi para jurnalis. Sebuah pengalaman yang cukup berharga dan tentu mengajarkan saya banyak hal dan memperoleh pandangan baru. Selama tanggal 26-27 januari 2013, adalah “kuliah hidup” diluar jam kuliah yang sesungguhnya, karena tidak hanya “pengalaman”, namun juga “pelajaran” yang saya peroleh. Pelajaran-pelajaran itu tersampaikan melalui sebuah pesan-pesan dan peryataan-pernyataan yang tampaknya sambil lalu (karena hadir di sela-sela pembicaraan dan ujian yang berlangsung), namun tetap bermutu.
Ketika kamu telah menemukan hal positif, atau berusaha menyingkirkan dan menenggelamkan sifat negatif  dalam dirimu, lalu terus kejarlah hal positif tersebut hingga ke titik akhir, titik puncak. Kamu itu bagaikan mutiara yang belum diasah, masih belum keluar dari cangkangnya. Pokoknya, ip pertahankan, bahasa inggris oke, pengalaman. Seperti inilah kiranya hal yang masih saya ingat bagaimana pak Willy ini menguji para jurnalis. Sesekali saya mendengar kata “kalau mau bagus…..”, beliau bahkan tidak hanya menguji, tetapi juga membimbing dan memberi petunjuk.
Ilmu dan keterampilan berbasis pengalaman. Bill kovach.  Kuasai teori-teori kebudayaan secara dasar. Banyak-banyaklah baca. Harga mati banget, temannya menulis itu membaca. Kita merasa ada di budaya tulis-menulis akan tetapi, tradisi kita seringkali “lisan”. Sejarah penemuan yang canggih adalah ketika berubahnya budaya lisan menjadi budaya tulisan.
15 Muda, 17 Madya 3 Utama.
26 – 27 januari 2013.
Awalnya, kami mendapatkan briefing mekanisme dan gambaran umum mengenai pelaksanaan uji kompetensi jurnalis yang diadakan di beberapa  kota di Indonesia ini. Uji kompetensi ini diadakan oleh AJI Indonesia, bagi para anggotanya.  Tujuan diadakannya komptensi ini tidak serta merta persoalan lulus dan tidak lulus, akan tetapi mengukur apakah seorang wartawan dan jurnalis tersebut telah kompeten.  Kami ditugaskan menjadi pendamping para penguji, atau dala bahasa mereka menyebutnya sebagai adiministrator. Dimana tugas kami adalah membantu para penguji dalam melakukan pelaksanaan ujian. Tugas ini lebih berkutat selayaknya asisten yang mengingatkan tentang materi ujian yang harus dibagikan, jangka waktu ujian, dan mengakomodasi segala kebutuhan peserta ujian secara administratif.
Pada hari itu pagi sekitar jam 8 pagi, saya telah bersiap untuk mendampingi para penguji. Saya awalnya belum mengetahui, siapa penguji yang akan saya dampingi. Diruang ke panitiaan, saya pun memilih sederatan soal-soal yang paling ujung dari sebelah kanan. Malam sebelumnya, berkas soal-soal ujian yang terdiri atas 20 materi untuk setiap anggota peserta tersebut, telah saya susun bersama fuad di malam sebelumnya. 
Hari ujian kompetensi pun tiba, tampaknya yang berdebar menghadapi peristiwa ini tidak hanya si peserta saja, namun saya sebagai tim admisistrator atau asisten penguji pun seakan merasakan hal yang sama. Di pagi hari sekitar jam 8 tanggal 26 januari 2013 saya pun telah bersiap dengan kelima kawan persma, yang kebetulan adalah laki-laki semua dan saya sendirilah yang perempuan. Ada mas Misbah (Canopy), mas Ali (Kavling10), mas Gilang (Perspektif), Fuad (Mimesis) dan Imam (Inovasi). Di hari pertama, pembukaan acara dimulai sekitar pada jam 9, di ruang hall Hotel Ollino Garden, yang menurut saya adalah salah satu hotel bagus dan berbintang di kota Malang. Setelah seluruh peserta ujian melakukan registrasi berkas-berkas mereka masuk ke ruang hall dan kami semua juga turut mendengarkan pengarahan dan pembukaan acara UKJ. Awalnya saya pikir ujian segera berlangsung di jam 9 atau sepuluh, pun ternyata ujian baru akan dimulai pada jam 1 siang setelah jam makan siang. Jadi di acara pembukaan tersebut, ada sesi perkenalan dan penjelasan umum mengenai seluk beluk UKJ, tujuannya dan beberapa materi yang akan diujikan oleh pak Didik, perkenalan peserta ujian sekaligus ada seminar mengenai etika bahasa dan kode etik jurnalis yang disampaikan oleh pak Willy Pramudya. Sayang sekali seminar yang terakhir yang disampaikan tersebut malah terlewatkan oleh saya karena memang harus menyiapkan segala sesuatunya untuk pelaksanaan ujian. Setelah itu, dilakukan briefing singkat yakni pertemuan antara tim penguji dan tim administrator. Kami semua saling memperkenalkan diri. Sungguh moment yang cukup mendebarkan, saya melihat orang-orang professional dan sangat berpengalaman dalam dunia jurnalistik tentunya. Bahkan ada mas Abel, yang pernah menjadi pemateri dalam diklat Mimesis yang dulu pernah saya hubungi. Sayang sekali beliau tidak mengingat saya, meski saya sudah mencoba senyum padanya, meski saya sendiri memang juga sungkan. Dari sini saya ketahui siapa penguji yang harus saya dampingi. Ternyata saya mendampingi pak Willy Pramudya di kelompok 1. Kesan pertama pak Willy ini ramah dan penuh persiapan, hal itu terlihat ketika kami kelua dari ruang briefing beliau pun memberi saya pesan agar mempersiapkan segala sesuatunya untuk pelaksanaan ujian ini.   Jam makan siang pun tiba, menyenangkan sekali dapat mencicipi kuliner ala hotel berbintang, cukup menambah selera makan.       
Sekitar jam 2, ujian dimulai. Saya pun segera menempati meja di kelompok satu yang pada saat itu, para pesert telah berkumpul. 1 kelompok terdiri atas 6 peserta uji yang telah terbagi atas jenjang utama, madya, dan muda. Mereka ini akan memperoleh satu berkas yang sama, yakni berisi 20 materi soal dengan warna berbeda sebagai penandanya. Ujian dimulai dan dikomandoi oleh pak Didik. Pak Willy memulai menguji peserta di kelompok satu, dan atmosfir nervous saya pun juga turut mengiringi suasana ujian awal yang dilakukan secara lisan ini. Hal itu terlihat ketika saya harus menjalankan tugas saya, yakni membagikan soal ujian, saya harus membuka map satu persatu dari warna-warna berbeda, melepas klip dan membukanya kembali dengan agak tergesa-gesa. Hingga pak Willy pun sempat mengucapkan “Sini saya bantu”,  sambil membuka map. Saya begitu canggung sekali walaupun tidak ikut ujiannya. Selanjutnya saya tidak terlalu meragukan dan mengkhawatirkan tugas saya, karena bayangan sebelumnya berdasar briefing dari mbak Eva dan mbak Winda yang mengatakan tugas ini adalah susah2-ribet gak juga. Satu hal yang terpenting dalah karena kami harus mengingatkan si penguji untuk menandatangani dan menilai dan si peserta untuk mengisi lembar umpan balik dengan ditandatangani secara lengkap dan tak kurang dari satu materi pun. Selagi pak Willy menguji secara lisan dan tulisan, saya sambil mengisi lembaran-lembaran soal peserta dengan tanggal dan nama pak Willy, sepanjang itu pula saya harus mengingatkan pak Willy agar tidak lupa dengan waktu ujian karena asyiknya berdialog dengan peserta. Sudah pasti saya mendengarkan materi yang diujikan beserta dengan cara-cara peserta menyampaikan ujiannya. Melihat berdebar-debarnya, ribet dan begitu mereka harus semangat menjalani satu persatu materi dan tak lupa mengisi umpan baliknya ituJ.  Sesekali ketika saya meminta pak Willy agar mengisi lembar-lembarannya yang harus beliau isi, yakni daftar pengisian penguji dan yag terpenting adalah lembar nilai bagi para peserta. “siap”, begitu beliau menjawab ketika diminta untuk mengisi.
Sambil menandatangani dan memberi centang di lembaran-lembaran, beliau pun bercerita panjang lebar dan sungguh menambah wawasan bagi saya. Saya pun menanggapinya dengan senang hati dan cukup berdecak kagum. Tampaknya beliau memang benar-benar penguji yang telah professional di bidangnya, yakni media, jurnalisme, wartawan dan penulis. Beliau juga sempat menceritakan perjalanan karier, dimana memang benih-benih menulis sudah ia miliki sejak usia muda, dan satu hal yang penting adalah beberapa petuah dan pesan beliau kepada saya selaku anak muda, si mahasiswi antropologi. 
Satu sesi ujian hari pertama usai sekitar pada jam 9 malam, dengan sebelas materi ujian. Hari yang cukup melelahkan. Pak Willy pun juga mengucapkan terimakasih dan begitu pula saya. Tapi saya yakin, ini adalah pengalaman berharga, karena pasti ada pandangan baru bagi saya, meski saya sendiri tidak yakin akan kah saya benar-benar menjadi bagian dari mereka: wartawan!.
Hari kedua, saya datang pada jam 8 lagi, dan ujian pun dimulai pada jam 9. Sebelumnya, kami juga briefing singkat dan sedikit evaluasi dengan para penguji dan tim administrator. Lagi-lagi aura orang-orang hebat, keren, professional dan kompeten dalam bidang jurnalistik menaungi saya. Sungguhpun ini adalah pengalaman yang berharga bagi saya. Memang, hidup ini bagaikan sekolah, dan orang-orang yang kita temui itulah guru-guru yang mengajari kita.
Pengalaman hari pertama membuat saya lebih siap dan lebih berhati-hati untuk sesi ujian hari kedua. Bahkan pak Willy pun juga semakin banyak memberikan petuah, pesan, ilmu yang begitu menambah pandangan saya. Saya catat bahkan, bagi saya itu penting seperti, bahkan beliau pun mengatakan kalau “antro itu seksi” dan saya diharuskan untuk mendalami ilmu tersebut, kalau bisa skripsi yang saya tulis nanti bisa menjadi sebuah buku….semangat! saya sungguh bermimpi untuk hal ini, dan begitu berharap-harap hal tersebut benar terjadi.
Unforgettable moment this two days, meski saya agak sedikit kecewa juga kerena tidak narsis atau terlibat dalam sebuah sesi foto….but its okey, maybe the important thing is the experience and the learning.  
Intinya, pengalaman itu adalah suatu moment yan bisa mengajari banyak hal kepada saya….seperti pengalaman ini, saya menganggapnya sebagai sebuah miniatur “bekerja” atau “magang” dengan bonus ilmu yang tak diduga. Beruntung, dan bersyukur, atas semua kesempatan yang telah diberikan ini.
Saya juga tidak tahu seperti apakah saya nanti, setelah saya telah melewati hal seperti ini, hanya saya berharap saya dapat terus belajar dan mengembangkan siapa diri saya, berguna untuk siapa di kemudian hari, karena yang pasti niat dan semangat saya tak boleh sekalipun padam. I will always B3 (belajar, berdoa, berusaha).    

 Hanifati Alifa Radhia
si pemimpi dan pengharap ;)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sastra Harus Bicara

Jika Biaya Kuliah Mahal, Apa yang Harus Kita Jual? (Mengintip Kebijakan UKT Universitas Brawijaya)

Antropologi ditengah Pasar