Jika Biaya Kuliah Mahal, Apa yang Harus Kita Jual? (Mengintip Kebijakan UKT Universitas Brawijaya)
Sesi II Permasalahan: Kebijakan UKT Universitas
Brawijaya
Seminar UKT di FIB |
Di sesi kedua pemateri yang berasal dari FIA, Fami
Putra, mencoba menggiring alur berpikir mahasiswa FIB yang menghadiri seminar
terutama para mahasiswa baru. Mencoba mempertanyakan apakah dari biaya yang
telah kita investasikan, atau secara sederhana dapat kita ibaratkan uang yang
telah kita tanamkan untuk menuai buah kesuksesan atas studi kita...
Dalam menyampaikan seminar ini, baik Ismuhadi dan
Fami cukup valid dengan menampilkan data-data angka yang mereka sajikan dalam
poweroint. Bahkan, di sesi ini Fami juga mengajak kita berhitung matematika
kasar perbedaan biaya di jamannya (2010)
dan saat ini (2013) dengan studi kasus biaya di FIB.
Seperti ini yang diulas;
Pada 2013 uang spp FIB paling mahal adalah Rp
4.680.000 X 8 semester = Rp 38.880.000
Pada 2010 uang spp FIB paling mahal adalah Rp 3.338.750
X 8 semester = Rp 26.710.000
Beda 12 juta 170 ribu... jadi, melalui sistem UKT (juga
ada golongannya), kita tidak akan lagi membayar biaya-biaya untuk ujian,
KKN,wisuda, yudisium dsb yang terkait akademik dan operasional. Setiap jurusan memang berbiaya sama di Indonesia, bahkan ada peraturan menterinya, hanya saja di beberapa bagian dikelola oleh universitas dengan pertimbangan yang diambil seperti indeks kewilayahan dan kondisi-kondisi lain. Seringnya kasus kesalahpahaman adalah masih saja ketidaksesuaian fakta dan data terhadap penerima biaya. Ada yang merasa kemahalan, atau malah sebaliknya. Kesalahan bisa saja terjadi pada mahasiswa yang tidak mencantumkan data keuangan sesuai fakta. Sulitnya membedakan penghasilan.
Bagaimana korelasi
biaya dengan pendidikan yang diterima?
UB memiliki peringkat di Web rank
di posisi 7, Webometrics di posisi 6 dan Dikti di posisi 5. Tentu dalam
pemeringakatan ini ada indikator penilaian yang harus ditaati. Seperti misalnya,
ada paten varietas, publikasi ilmiah, model pembelajaran, penelitian,
pengembangan fisik dan non fisik dsb. Tentunya kehebatan ini juga tidak boleh
lepas dari cita-cita Tri Dharma Perguruan tinggi; Pengajaran,
Penelitian,Pengabdian.
Satu hal yang terpenting juga dalam pembelajaran
adalah rasio jumlah mahasiswa dengan jumlah dosen yang seharusnya setara.
Setiap tahun, UB beranak-pinak, ibarat kapal, dia
mengeruk harta karun begitu banyak, yaitu maba...
Dari 2007-2011 ada 15 ribu mahasiswa namun 12 ribu yang
mendaftar ulang
2008-2009 naik 4.000 per tahun
2009-2010 naik 20.000 per tahun
2010-2011 naik 50.000 per tahun
Apakabarnya 2013??
Logis? Coba direnungkan. Dan saya pun tergolong
mahasiswa angkatan 2011, yakni masa dimana UB membuka keran jurusan baru, dan
mungkin juga beruntungnya saya menjadi bagian dari peningkatan jumlah kuota
mahasiswa itu...
Kenyataan di lapangan, rasionya menjadi 1 dosen : 45 mahasiswa. Disini saya
memperoleh info tentang honor dosen FIB yang 1sks satuannya digaji Rp 35.000 .
Jadi, antara mahasiswa dan dosen, semua membutuhkan
apa yang dinamakan kesejahteraan dan keadilan. Memang, untuk menjadi
international, dan in the name of “pembangunan” pasti membutuhkan modal dan
uang. Jadi, semua menjadi pilihan anda, sebagai mahasiswa.
Membayar mahal dan mendapat kualitas pendidikan yang
baik, atau sudah bayar mahal tapi merasa tidak sebanding dengan kenyataan yang
ada?. Hal ini tergantung dan relatif kepada mahasiswa yang akan menjawabnya. Apakah
jerih payah ortu sebanding dengan ilmu yang diterima...? bagi mahasiswa baru
mungkin pertanyaan ini begitu hangat dan cukup memotivasi, namun bagi saya yang
mahasiswa semester lima, mendekati akhir masa studi... maka sejatinya saya juga
harus juga (lebih) termotivasi lagi....
Dari pemateri Fami, hanya memberi simpulan:
- - Cari titik temu klaim UB dengan realitas
yang ada
- - Jangan mudah percaya sebelum melakukan
sendiri
- - Bukan kenapa ada UKT? Tapi apakah UKT
dapt menyelesaikan masalah atau memberi perubahan?
- - Cobalah untuk peduli dengan likungan
sekitar
Ada hal yang menarik saya ketika ada sebuah cerita
yang disampaikan oleh si pemateri di akhir sesi seminar. Ia mengatakan ada
sebuah penelitian terkait pendidikan di Amerika (kalau tidak salah). Penelitian
ini dilakukan di sebuah sekolah yang paling baik (fasilitas lengkap) dan sekolah
yang paling buruk (faslitas tidak lengkap). Dari sini, manakah siswa yang memiliki motivasi lebih tinggi untuk prestasi?
Jawabannya adalah tidak pengaruh. Prestasi tergantung pada motivasi, tidak ada
hubungannya dengan fasilitas.
Bagaimana di Indonesia, di kampus saya? Apakah
kuliah mahal dapat mengubah motivasi belajar? Mengubah prestasi? Atau yang kuliah
murah dapat mengubah prestasi? Menambah motivasi belajar??.....
Komentar