What Is Quarter Life Crisis? (Krisis Seperempat Baya)


Where I Am ?
Pernahkah diantara kalian mendengar istilah tersebut?, quarter life crisis, atau saat ini kamu telah menyadari bahwa umurmu  twenty something yakni  telah memasuki umur 20an?. Bila kehidupan diibaratkan seperti titik-titik yang saling dihubungkan, maka pada saat ini kita sedang menghubungkan titik dari masa remaja (teenager) ke titik masa dewasa  (adult). Konon, masa-masa transisi ini, dan menurut para motivator diluar sana, masa ini kerap diliputi perasaan galau, bimbang, sangat terkait dengan masa pencarian jati diri, who am I. Pasti kita pernah merasakan ketika kita lulus SD, lepas dari masa anak-anak, kemudian beranjak memasuki masa remaja, masa mulai kita belajar dan mengenal hal-hal  yang ingin kita ketahui sendiri (itulah mengapa ada fenomena  ababil, cabe-cabean dsb). Dan, kini, hal yang sama akan kita rasakan kembali, namun di umur 20an kita tidak bisa dikatakan sebagai mahkluk remaja, karena hal-hal yang dahulu kita pelajari, kenali, yang ingin kita ketahui ini sudah saatnya untuk “direalistiskan”, seperti sudah saatnya untuk “dipraktekkan”. Rasanya, dalam umur kepala duapuluh ini sudah saatnya kita menentukan kemana arah hidup ini hendak melangkah. Masa dimana kita mulai menghadapi permasalahan hingga mewujudkan, tujuan dan mimpi yang harus kita capai. Kita akan mulai merasakan, “saya mau jadi apa”, “saya akan bersama siapa”, “saya digaji berapa”, “apakah saya nyaman”, “kapan saya....”, dan begitu seterusnya.
Berikut merupakan pengantar, dan sedikit introduksi mengenai masa Quarter Life Crisis (Krisis Seperempat Baya). Fenomena psikologis ini secara sadar tidak sadar akan dihadapi semua orang manusia. Hal yang menarik adalah, apakah kadar kegalauan, melankolisnya menghadapi Quarter Life Crisis/ Twenty Something ini lebih banyak disadari dulu oleh wanita dibanding pria? Seperti saya misalnya, sampai-sampai ingin menuliskannya seperti ini :P?.
1. Krisis adalah normal
Krisis seperempat baya ini adalah suatu kondisi normal. Kita bisa menanykan pada keluarga, seperti misalnya kepada orang tua, mengenai masa-muda mereka, apakah mengalami kegundahan dalam pencarian kehidupan. Mereka bahkan akan menceritakan, ikut membagikan permasalahn mereka, dan seakan mengajak kita untuk mulai berpikir. Orangtua akan melihat bahwa kita sudah menjadi bagian dari mereka, dunia dewasa.

2. Quarter-Life Crisis lebih dari masa transisi

William Bridges mengingatkan dalam Transisi bukunya: Memahami Perubahan Hidup, transisi mulai dengan akhir. Seperti dicontohkan, ketika kita putus hubungan dengan seseorang yang kita harapkan, salah satu transisi besar dalam hidup. Ketika  kita lulus dari perguruan tinggi, mulai menjamah seluruh negeri atau meninggalkan teman-teman atau keluarga, kita tidak hanya meninggalkan tempat itu, keluarga, rutinitas dan kenangan, kita juga meninggalkan siapa saya berada di tempat itu. Kita akan  mengatakan selamat tinggal pada musim dan, bahkan lebih dramatis, melambaikan tangan kepada siapa kita dulu.
Kemudian dalam kekosongan ini kita menyadari "apa sekarang?" dan kita membuat sebagian besar kemajuan. Krisis seperempat hidup bukan hanya panggung untuk dilewati, itu adalah proses transisi untuk meresap  masuk, membiarkan pertanyaan-pertanyaan yang luar biasa seperti "Saya tidak tahu di mana ", akan memandu hendak kemana kita ingin menjadi.

3. Limit Obsesif Perbandingan Disorder 

Apa Obsesif Perbandingan Disorder?. Ini adalah penggambaran keharusan kita untuk terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain, menghasilkan pikiran yang tidak diinginkan dan perasaan yang mendorong kita ke dalam depresi, konsumsi, kecemasan dan ketidakpuasan.
Kita menjadi obsesif membandingkan diri dengan orang lain, menjadi lebih dan lebih frustrasi bahwa hidup kita tidak terlihat seperti mereka, adalah cara mutlak yang paling efektif untuk membawa krisis kita tidak sehat.

4. Bunuh harapan yang  tidak terpenuhi

Saatnya kita untuk membunuh dan memusnahkan  ide-ide yang tidak realistis, sebelum harapan yang belum terpenuhi ini menyakiti kita terus menerus. kesukses tidak terjadi dalam satu hari, hal itu terjadi dalam beberapa dekade (proses). Bahkan permasalahan juga bukanlah hambatan kita dalam menuju kesuksesan.

5. Terlibat dengan Komunitas Krisis
Kita harus yakini, bahwa fenomena dan perasaan psikologis ini tidak kita hadapi sendiri, atau kita saja yang mengalami, so just enjoy dan let it flow...
Lets Make Action or Passion!

6. Jangan Duduk dan dan akhirnya “merebus dan mendidih”
Jalani hidup ini, lakukan segala sesuatu yang kita suka selama itu masih positif. Kita bisa melakukannya dalam hobi-hobi kita, dan passion yang kita miliki. Tentusaja dengan pikiran positif kita akan melakukan hal yang lebih bermakna.  

7. Memiliki Iman di Masa Depan
Hal yang paling penting juga adalah keseimbangan dunia lahir batin, dunia-akhirat. Kehidupan religius kita juga dapat membantu kita menghadapi permasalahan, bahwa sudah sepatutnya kita berdoa, dan berpasrah dalam menghadapi apapun...percaya jika masa-masa transisi ini akan selalu memiliki hikmah, menjadikan kita semakin dewasa, dan bahkan menjadi lebih bertakwa.

Dalam kebudayaan memang tidak dipungkiri, kita akan mengalami masa-masa transisi, karena kehidupan kita seakan berevolusi-dan semakin kompleks. Kalau kita hitung, seperti inilah perubahannya....
Bayi-balita-anak-anak-galau-remaja-galau-dewasa-menopause-tua
Its okey, its just a process. 
Hanya hal-hal yang positif, dan menghidupkan passion kitalah, setidaknya mengurangi dan dapat mengisi hari-hari menuju masa dewasa kita...mencari makna dalam hidup saja :), atau mencoba bermanfaat bagi orang lain...stay positive and keep fighting!!!!

Referensi dan Adaptasi




Komentar

Nafi'ah Fiddini mengatakan…
Seperti berbicara mengenai galau yang baru saya kenal ketika duduk di bangku kuliah. Fenomena ini saya nilai sebagai bentuk dimana manusia menyamakan beragam emosi manusia kedalam satu nama yakni galau. (Pengecualian bagi bahagia ataupun senyuman dan senang). Hal ini saya rasa juga bisa menambah referensi mengapa bisa terjadi demikian. Apakah manusia sudah tidak cukup peka lagi dalam melihat ragam emosi negatif manusia.
GM-Paksi mengatakan…
biasanya kalau umur 20+ bingung masalah pasangan. haha. ya, gpp lah. kadang kita lupa ada Tuhan di belakang kita. Cuma Dia yang bisa jamin kita nyaman dan aman dengan kasih-Nya.

Postingan populer dari blog ini

Sastra Harus Bicara

Jika Biaya Kuliah Mahal, Apa yang Harus Kita Jual? (Mengintip Kebijakan UKT Universitas Brawijaya)

Antropologi ditengah Pasar