“Mencandra Pesona Ujung Timur Indonesia: Papua”


Apa yang terlintas dalam benak Anda manakala mendengar kata Papua? Eksotisme? Barangkali hal itu yang sekilas hadir pandangan kita terhadap Papua, mutiara di ujung timur Indonesia. Terlebih petikan lagu berjudul “Tanah Papua” ciptaan Franky Sahilatua dkk yang dipopulerkan oleh Edo Kondologit, berkata: tanah Papua tanah yang kaya, surga kecil jatuh ke bumi”. 
Satu wilayah yang tersohor adalah kepulauan Raja Ampat yang terletak di Papua Barat. Kepulauan Raja Ampat memiliki gugusan pulau yakni akni Pulau Misool, Salawati, Batanta dan Waigeo. Pemerintah daerah setempat telah menetapkan pariwisata sebagai pilar ekonomi mereka. Baru-baru ini The Sunday Times, sebuah surat kabar di Inggris menobatkan Raja Ampat sebagai destinasi wisata terbaik 2020.
Kabupaten Raja Ampat memiliki beberapa kampung yang telah dirintis sebagai desa wisata. Tepatnya di Kecamatan Meosmansar terdapat desa wisata bernama Kampung Arborek, Kampung Yenbuba, Kampung Yenwapnor, Kampung Sawinggrai, dan Kampung Saundarek. Kampung Arborek merupakan salah satu wilayah yang cukup terkenal di Raja Ampat, dengan hasil keseniannya berupa anyaman.
Nah, kampung Arborek menjadi salah satu desa wisata yang ingin saya kunjungi kelak bila diberi kesempatan menapakkan kaki di “surga kecil jatuh ke bumi”. Sebuah kampung yang pernah menjadi pemenang lomba kebersihan kampung sepapua Barat pada tahun 2015. Masyarakat Arborek, awalnya merupakan desa nelayan. Seiring berjalannya waktu Arborek ditetapkan sebagai pariwisata, mereka tidak lagi menjadikan nelayan sebagai pekerjaan utama, melainkan usaha homestay, dive shop.
Di kampung ini para perempuan atau mama-mama bergelut dengan aktivitas memproduksi kerajinan tangan. Adalah anyaman berbahan daun pandan hutan berbentuk topi. Dalam bahasa setempat, topi ini bernama Kayafyof. Terdapat dua jenis kayafyof yang biasa mereka buat, kayafyof gelombang dan kayafyof manta—atau Baw. Kedua jenis ini dijual dengan harga berbeda karena tingkat kesulitan yang juga berbeda. Harga untuk anyaman kerajinan bisa mencapai harga Rp100-300 ribu. 
Anyaman menawan dari Arborek (sumber: indonesiakaya.com)
Anyaman buatan mama-mana sungguh menawan di mata para wisatawan sehingga mereka membeli kerajinan ini sebagai souvenir. Selain itu, para wisatawan yang tertarik bisa mencoba praktik proses pembuatan anyaman. Tentu kelak saya juga ingin mencoba menganyam kayafyof! Kerajinan ini bahkan merupakan kegiatan turun-temurun. Para mama tak segan mengajarkan mereka. Menarik sekali bukan? Keunikan anyaman ini salah satunya terletak pada keanekaragaman warnanya. Adapun anyaman ini diproduksi menggunakan proses pewarnaan yang alami. Namun, kini warga Arborek menggunakan pewarna buatan wantek. Untuk penggunaan pewarna alami, misalnya, warna hitam, para mama menggunakan daun pandan hutan yang dikubur dalam tanah selama tiga hari. Warna merah diperoleh dari penggunaan daun pandan hutan yang direbus bersama akar mengkudu dan daun ketapang.
Sebelum memasuki proses pewarnaan, para mama terlebih dahulu memilih daun pandan berkualitas bagus. Daun pandan hutan ini dibersihkan dan direbus hingga lemas lalu dijemur sampai kering. Para mama dapat menghabiskan waktu sekitar tiga hari untuk satu buah topi. Jika dikalkulasi dalam waktu satu bulan, rata-rata dapat menghasilkan 5 topi serta tergantung permintaan pasar.
Salah satu pernyataan Direktur Program Yayasan EcoNusa Muhammad Farid yang dilansir dari laman Yayasan EcoNusa, ekowisata haruslah berbasis masyarakat adat. Lanjut Farid, program ekowisata, merupakan salah satu bentuk ketangguhan masyarakat (community resilence) guna mendukung upaya-upaya melindungi ekosistem hutan dan ekosistem laut dalam skala luas. 
Yayasan EcoNusa merupakan salah satu lembaga yang bergerak dalam kepedulian terhadap masyarakat di Papua. Pada bulan Februari yang lalu, mereka mengadakan lokakarya Ekowisata se-Tanah Papua. Adapun lokakarya ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengumpulkan contoh praktik baik serta tantangan dan solusi dalam pengelolaan ekowisata dari seluruh Tanah Papua. 
Praktik baik apakah yang bisa kita petik di Kampung Arborek? Kampung ini merupakan salah satu desa wisata yang telah mengembangkan peraturan mengenai konservasi laut. Raja Ampat dikenal sebagai wilayah spot diving dan snorkling, salah satunya di kampung Arborek ini. Nah, untuk menjaga sumberdaya laut masyarakat untuk melaksanakan pariwisata berkelanjutan berbasis kearifan lokal. Salah satunya adalah tradisi sasi laut. 
Sasi (larangan) laut merupakan tradisi turun temurun yang dipraktikkan masyarakat Kampung Arborek. Adapun sasi laut yang berlaku yakni melarang warga memancing ikan dalam jarak 2 mil dari batas pulau serta menangkap ikan dalam jumlah berlebihan. Beberapa biota laut yang dilindungi seperti terumbu karang, hiu, penyu, dan teripang pun dilarang diambil.
Dalam hal ini, kiranya tidak berlebihan jika pengembangan pariwisata berkelanjutan di Papua sudah tepat jika berlandaskan kearifan lokal. Lebih lanjut arah pengembangan difokuskan pada konsep desa wisata hijau. Menurut Simanungkalit, Victoria br dkk dilansir dari situs mediawisata.net, Desa Wisata Hijau merupakan konsep desa wisata yang memasukkan konsep ekonomi hijau dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan  masyarakat dan keadilan sosial melalui pengurangan risiko ekonomi dan eksploitasi sumber daya yang sudah sangat terbatas. Adapun konsep ini akan menjamin keberlangsungan kehidupan karena jenis wisata yang ditawarkan adalah wisata yang tidak merusak lingkungan. Selain itu desa wisata hijau juga mendasarkan pada pengelolaan wisata berbasis model pemberdayaan komunitas lokal. dengan demikian, produk utama mengacu pada prinsip-prinsip pelestarian lingkungan alam,ekonomi, dan sosial-budaya setempat.
Selain praktik baik yang dilakukan di Kampung Arborek melalui konservasi laut, yakni tradisi sasi. Kelestarian hutan Papua pun semestinya juga mendapat perhatian. Hutan Papua merupakan masa depan kehidupan. Hutan papua menjadi benteng terakhhir karena keanekaragaman hayati tertinggi di dunia terdapat disana lebih dari 20.000 spesies tanaman, 602 jenis burung, 125 mamalia, dan 223 reptil. Namun disisi lain, perkebunan sawit bagi proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE)  merupakan ancaman hutan Papua.
spesies burung (sumber: https://www.rajaampat.club/)
Ekowisata bisa menjadi jawaban dari persoalan pelestarian hutan. Di Kampung Malagufuk, misalnya, merupakan praktik baik lainnya di Papua yang telah ditangkap oleh yayasan EcoNusa. Kampung ini menjadi lokasi kedua yang kelak ingin saya kunjungi, untuk menyaksikan burung-burung nan indah! Kampung yang terletak di Distrik Makbon, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat tak lagi mengandalkan hasil penjualan pertanian. mereka tengah mengembangkan ekowisata pengamatan burung (birdwatching). Dengan demikian, ekosistem tidak rusak, habitat hutan tetap lestari. Kampung Malagufuk di Lembah Klasow merupakan rumah bagi banyak spesies burung beberapa di antaranya adalah Spangled Drongo (Dicrurus bracteatus), Golden Myna (Mino anais), Yellow-faced Myna (Mino dumontii), Rufous bellied Kookaburra (Dacelo gaudichaud) dll serta kupu-kupu. Selain itu, menjaga hutan tidak saja dilakukan oleh masyarakat setempat, melainkan kita sebagai bangsa Indonesia. Kawan bisa kunjungi Simponi Rimba pada laman hutanpapua.id untuk bergabung dalam menjaga rimba papua! Simponi rimba adalah inisiatif yang digagas EcoNusa, berbagi informasi tentang Rimba. Siapapun baik perseorangan maupun organisasi dapat berpartisipasi dalam inisiatif ini. 
Saya sudah, kapan kamu? #BeradatJagaHutan #PapuaBerdaya #PapuaDestinasiHijau #EcoNusaXBPN #BlogCompetitionSeries

Komentar

Dewi Rieka mengatakan…
Papua keren, Papua harus dijaga..
Amir mengatakan…
Gak kebayang deh kalau bisa berkunjung ke Papua. Pasti seru sekali karena bisa melihat langsung keindahan alam yang jarang di temui di bagian manapun di Indonesia. Terlebih di Raja Ampatnya dengan surga bawah lautnya.

Postingan populer dari blog ini

Sastra Harus Bicara

What Is Quarter Life Crisis? (Krisis Seperempat Baya)

Jika Biaya Kuliah Mahal, Apa yang Harus Kita Jual? (Mengintip Kebijakan UKT Universitas Brawijaya)