Ketika Sepatu Wedges Dapat Berkata
Peredaran benda-benda di dunia ini pun tak luput dari pandangan dan
kajian kebudayaan. Begitu pula pentingnya budaya materi dalam masyarakat
adalah mempertimbangkan kehidupan sosial benda-benda, dengan melihat
benda sebagai objek yang bergerak (Appadurai;1986)[1].
Bagaimana
benda dimaknai secara berbeda oleh subjek terhadap suatu objek. Anggap
subjek ini adalah saya, dan si objek adalah “sepatu Wedges”.
Beberapa
waktu ini, saya tengah merasakan kegemaran dalam suasana berpenampilan
di kampus, yakni mencoba untuk menggunakan sepatu wedges, milik adik
saya. Sepatu wedges ini sedang mengalami masa pengangguran, dan agar
diberdayakan fungsinya, saya memutuskan untuk mengenakannya ketika saya
pergi ke kampus terhitung selama empat hari berturut-turut. Sepatu
wedges ini lumayan pas untuk dipakai, dengan ukuran tinggi haknya
sekitar sebesar 4 cm. Warna dasar sepatu wedges ini adalah silver,dengan
motif seperti anyaman berwarna-warni. Ketika saya mengenakan sepatu
wedges ini, beberapa orang teman memperhatikan perubahan postur tinggi
tubuh saya, yang tampak bertambah. Lantas, ada sebuah pernyataan teman
saya yang cukup membuat saya tergelitik dan, cukup untuk menjadi sebuah
bahan analisis. Mengapa saya yang katakanlah, memang sudah memiliki
postur tubuh yang tinggi, akan tetapi tetap saja mengenakan sepatu yang
tentunya akan menambah tinggi tubuh?. Pertanyaan ataupun pernyataan
inipun begitu logis dilontarkan kepada saya, atau kepada siapapun para
perempuan yang bertubuh tinggi lainnya. Tapi, apakah sepatu Wedges
berguna dan difungsikan hanya untuk “membantu” mengganjal kaki perempuan
agar tubuh mereka menjadi terlihat lebih tinggi?. Tentu saja tidak. I think that is not the only reason.
Kita
merujuk pada, bagaimana benda dimaknai secara berbeda oleh subjek
terhadap suatu objek. Sepatu Wedges diidentikkan dengan dunia para
perempuan dan feminitas. Coba kita lihat, semua iklan, promosi produk
dan penggambaran sinetron di televisi, atau dimanapun memperlihatkan
bahwasannya perempuan yang berdandan anggun, untuk menunjang
penampilannya itu salah satunya melalui penggunaan sepatu Wedges, High
Heels (hak tinggi),Stiletto. Selanjutnya, dunia perempuan dan feminin
itu disimbolkan pula melalui kecantikan.
Sebenarnya,
ketika mengenakan sepatu Wedges, hal ini tidaklah sekedar penggunaan
sepatu demi penambah tinggi badan. Tidak saja hanya sebagai ajang
pengikut gaya masa kini, dan kegengsian, atau persaingan semata. Akan
tetapi, secara tidak langsung, sepatu ini membantu kita menjadi pribadi
yang anggun, dari bagaimana cara kita berdiri hingga melangkahkan kaki.
Meski sejujurnya, tidak begitu mudah berjalan dengan sepatu tinggi ini,
karena tidak jarang pula dimungkinkannya rasa sakit akibat kaki yang
lecet. Menyiksa sekali kedengarannya? Tapi , mengapa masih banyak saja
wanita yang mengenakan sepatu tinggi?, dan mengapa sepatu-sepatu ini
masih saja laris?
Dari cara-cara berjalan, melangkah dan
berperilaku dengan sepatu tinggi ini, kemudian membawa kita pada
pemahaman menjadi “seorang wanita”, dan tentu saja, wanita yang feminim.
Apakah kemudian wanita itu menjadi sangat cantik, menarik, anggun,
atau apapun, hal ini akan menjadi relatif, karena kecantikan itu sendiri
penuh dengan simbol-simbol. Hanya saja, menurut saya, cara
berpenampilan melalui sepatu-sepatu tinggi ini (mungkin) dapat dijadikan
sebagai salah satu alasan kecantikan seseorang. Apapun, jadilah wanita
yang menjadi dirinya sendiri!:) (Hanifati, 2013)
Referensi:
[1]Lury,Celia. 1998. Budaya Konsumen. Jakarta: YOI
Komentar