Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Pengalamanku Merasakan Angkot Harga Tujuh Ratus Perak Hingga Transportasi Berbasis Daring

Gambar
Membicarakan polemik transportasi di Indonesia saat ini begitu panas layaknya berita ala Pilpres 2014 atau Pilkada DKI lalu (eh, apakabar Pilkada, berasa manusia gua yang jarang menatap layar kaca nih saya, haha). Khususnya sejak kehadiran transportasi berbasis online yang beberapa waktu ini kabarnya “mengusik” ke- adem-ayem-an transportasi konvensional alias transportasi umum. tewur (google.com) Jaman dahulu, ketika saya masih SD (sekitar tahun 2000an, pokoknya yang saya ingat lagu Misteri Ilahi-nya Ari Lasso) pun sudah “kendel/berani” naik transportasi umum. Sebut transportasi umum itu adalah angkot a.k.a mikrolet. Hahaha. Si angkot biru di Malang.  Indikator berani pulang dan berangkat sendiri, berani menyeberang sendiri, men-cegat angkot biar berhenti. Ketika itu SD saya di perempatan dekat lapangan Rampal, sedangkan rumah saya di Sawojajar yang mana dilewati jalur angkot CKL dan MM. Berapa naik angkot dari rumah ke sekolah di jaman itu? Rp. 700,- tujuh ratus perak!! bensi