Postingan

Sebuah Keresahan Berawal Dari Tak sengaja Membaca Putusan

Gambar
dewi Themis, lambang keadilan Suatu ketika dalam selancar di mesin pencarian, saya tergoda membuka direktori putusan mahkamah agung. Kali pertama saya membuka laman tersebut. Kemudian saya menjadi ingat dengan adegan pemeran tokoh di drama korea yang sedang saya tonton, bercerita tentang mahasiswa fakultas hukum. Dalam beberapa adegan terlihat mereka membuka kasus-kasus hukum melalui laman website. Barangkali seperti yang sedang saya lakukan. Kembali ke laman direktori putusan, saya membuka-buka secara acak tab-tab yang ada. Di sebelah kiri ada kata kunci nama pengadilan per wilayah, direktori tindakan pidana, perdata dan sekian kata kunci lainnya. Dengan acak, saya mencoba membuka tab “pidana”. Muncul sekian daftar nama putusan pengadilan berhalaman-halaman. Halaman terakhir yang muncul tampaknya menunjukkan kebaruan kasus. Ternyata, setelah saya mencoba meng-klik salah satu putusan, masing-masing terdapat dokumen berformat pdf & zip yang bisa dibaca. Tetapi, ada juga putusan

Bahagia itu Bisa Sederhana: Melihat Pasangan K-drama Jadian di Dunia Nyata

Gambar
Sebenarnya, saya ingin membahas kasus video syur GA dan MYD, pembubaran salah satu ormas belakangan ini dalam bumbu demokrasi. Mengingat keduanya serasa “meresahkan” terlebih saat melihat respon-respon netijen di linimasa media sosial. Tapi saya rasa tulisan itu akan menjadi sekedar opini tanpa dasar nan sambil lalu jika tidak disertai literasi. Saya merasa, hidup saya ini semakin mengarah pada budaya audio-visual daripada budaya menulis dan membaca cetak.  Perhatian saya teralih pada hal-hal budaya populer. Di tanggal satu di tahun 2021 dua ribu dua puluh satu ini, ketika saya membuka laman media Facebook. Yeah, percayalah saya masih “main”  Facebook  dengan alasan: mencari informasi, lowongan dan peluang penelitian. Iya, baru saja saya bergabung grup  Facebook  yang intinya menyatukan “Pecinta Korea Drama”. Tujuan saya dua: hiburan dan “penelitian” tipis-tipis. Di tengah penyesuaian pandemi ini, saya terdorong pula ingin melakukan penelitian media, konsumen, netnografi dengan tema-

Antara Rapid Test, SWAB dan Nam Do San #ceritadaricorona

Gambar
  Saya harus memulai cerita ini darimana? Dua minggu ke belakang saya disibukkan oleh LPJ saya sendiri dan LPJ atasan saya. Saya tidak akan bercerita kerumitan LPJ tersebut. Satu hal pasti, proses LPJ ini harus melewati suatu tahap akhir bernama ACC (paraf tanda tangan). Inilah yang menjadi poin, bahwa kegiatan ini belum bisa dilakukan secara offline. Mengingat, selama ini kami mendapat (privilege) WFH.   Dengan demikian, saya harus datang ke kampus. Its okey, terkadang sekali dua kali waktu merasa rindu mendengar gemericik air mancur depan perpustakaan atau sekedar melihat bunga-bunga kuning di depan rektorat. Tetapi kemudian, menuju kampus serasa berangkat perang. Melawan dan berperang menghadapi pandemi. We never know, siapa dan apa. Sampai suatu ketika hari Selasa pekan lalu, saya datang menuju lantai 1 fakultas untuk mengurus administrasi. Nahas, ada satu lampiran yang belum tercetak. Bergegas dan terpaksalah saya menuju ke lantai kantor kami. Sebenarnya saya sudah “dicegat”

[Pengumuman] Progress UAS Menulis Kreatif Antropologi TA 2020/2021 Per 9/12

  Dear all, semoga dalam keadaan sehat selalu. Berikut mas dan mba.. saya ingin menyampaikan progress naskah UAS MKA per tanggal 9/12 Terimakasih saya sampaikan ke kalian berikut (ini hanya daftar tanpa urutan tertentu) kalian yang sudah mengembalikan revisi tahap I, sudah submit naskah sejak tanggal 7/12 Adinda Alya Nadia Icksan Bismo Nada Zhara Ulfa Tulisan mereka sudah saya baca dan silahkan diperiksa kembali di drive untuk ditindaklanjuti. Terlepas dari luas-sempit-dalam-permukaan (tulisan mahasiswa kan masing-masing berbeda).  Saya anggap kalian yang sudah mengumpulkan revisi tahap I ini naskahnya berhak saya baca terlebih dahulu (menandakan saya berkomitmen & menyediakan waktu prioritas untuk project kelas ini).  Saya harap Pemimpin redaksi kalian juga memberi contoh sebagai leader (minimal merespon/ konfirmasi/sudah selesai mengerjakan revisi) sehingga teman-temannya teryakin

Caps Lock yang Menyala dan Kacamata di atas Rupa

Gambar
Suasana sendu, bulir hujan tipis-tipis dengan dingin yang tidak terlalu menusuk tulang. Perkuliahan daring hampir mendekati hari akhir: UAS, Ujian Agak Serius. Itu sebuah guyonan jaman perkuliahan. Kalau UTS, Ujian Tidak Serius. Ini semacam bercandan dan entah mengapa bisa demikian. Apa memang benar begitu? Tetapi..berbicara tentang perkuliahan, semua sudah dibuat di RPS. Segala sesuatu sudah ada indikator dan tujuan ketercapaian.  Selama semester ganjil ini pula, akan tertulis di sejarah 2020 suatu proses belajar mengajar dihabiskan dengan 100% daring bermodalkan Zoom dan Google. Selama setengah hingga satu jam, mendengarkan suara tanpa wajah. Atau melihat wajah tanpa suara lantaran lupa menyentuh  unmute.  Dengan dua-tiga kali sehari dan ketika terlalu lelah konon katanya disebut Zoombie. Maka menulis seperti ini bisa menjadi obat. Setidaknya di masa pandemi ini. Jika ditarik ke belakang, saya kembali ke "diary elektronik" setelah tahu mahasiswa melakukan hal sama. Hamp

Nanti Kita Cerita Tentang Sore Ini

Gambar
belajar dan bermain      Mbak, putus-putus. Maaf mbak suaranya putus-putus. Suara nafasnya gresek-gresek mbak. 12!@#D@#$!%!*!@$ ………………….   Begitulah kira-kira, suara dan pesan singkat yang lalu lalang dari para generasi Z di kolom obrolan Zoom dalam sebuah pertemuan  kelas  virtual sore yang mendung ini. Input suara saya terdengar tipis-tipis. Saya agak termenung. Sekian pertemuan sebelumnya tidak pernah mengalami kendala alat-alat ini, baik gawai maupun laptop.  Visual dan materi yang disiapkan serasa menguap mubazir begitu saja.    Alhasil, informasi yang mereka peroleh pun demikian. Setengah-setengah dan putus-putus. Padahal, dibalik layar yang terpisah jarak ini, saya terkadang menahan kering kerongkongan dan nafas berat perut keroncongan.   Tapi, itu sudah biasa. Entah apa rasa yang membuat saya bertahan. Hari-hari ini, kita menjadi sangat tergantung dengan teknologi. Bagaimana tidak? Hampir setiap hari memegang ponsel, menatap layar atau panasnya telinga tertutu

Sedikit Video, Banyak Curcolnya

Gambar
Kondisi Indonesia dan dunia sedang tidak baik-baik saja. Sejak kemunculan virus Covid-19 sekitar bulan Maret di Indonesia (ketika negara-negara lain sudah mendahului) hingga saat ini korban terpapar positif mencapai angka 200.000an ribu jiwa. Ini mengkhawatirukan jika dilihat dari lingkungan sekitar saya sendiri di Malang, orang-orang serasa tidak begitu saklek mengenakan masker atau sekedar memisah jarak yang lebar saat berkumpul. Baiklah, saya tidak sedang membahas Covid-19 dan dinamika masyarakat kita.   Satu hal yang paling terasa meski sebenarnya hal ini tidak terjadi lantaran virus, namun karena peradaban serta teknologi yang mengiringi. Adalah metode pembelajaran daring (dalam jaringan). Sudah lama saya ingin menulis ini, membahas, mencurahkan isi hati atau sekadar juga mengkritik segala berkaitan yang barangkali juga menyentuh sistem pendidikan, infrastruktur atau sumber daya manusia.  Pengalaman di hari ini, misalnya, bulan September. Bulan ini terhitung tujuh purnama setelah