Berbagi cerita tentang desa dan kisah sehari-hari dari sudut antropologi
World of Dream: Welcome April !
Dapatkan link
Facebook
Twitter
Pinterest
Email
Aplikasi Lainnya
-
World of Dream: Welcome April !: April, tanggal 1, kota Malang kota kelahiranku dan tempatku bernaung hingga saat ini telah berumur 98 tahun. April, ini berarti telah memasu...
Apakah kalian pernah mendengar kredo (pernyataan keyakinan): “ketika jurnalisme dibungkam sastra harus bicara?” Pernyataan ini disampaikan oleh Seno Gumira Ajidarma. Tentu namanya sudah tidak asing di blantika sastra Indonesia. Saya pribadi, pertama membaca karya, SGA, berupa cerita pendek berjudul “Pelajaran Mengarang” di buku kumpulan cerpen Kompas dan cerita pendek berjudul “dodolitdodolitdodolibret” di sebuah website. Keduanya merupakan cerpen yang mengesankan. Berbicara mengenai cerpen mengesankan, ada satu karya Leo Tolstoy yang pernah saya baca (diceritakan ulang) berjudul “Tuhan Tahu Tapi Ia Menunggu” oleh ahli sosial di salah satu kanal media, di bulan Ramadhan yang lalu entah tahun berapa. Benar-benar cerpen religius, silakan coba membacanya, karena cukup bertebaran di dunia maya. Selain cerpen, pengalaman sebagai penikmat “sastra” saya rasakan juga terdapat pada jenis lain seperti puisi dan novel. Puisi, misalnya, saya terus terang jatuh cinta untuk pertama kalinya den
Sesi II Permasalahan: Kebijakan UKT Universitas Brawijaya Seminar UKT di FIB Mari kita coba berpikir, kita membayar mahal di kampus tempat kita menimba ilmu, mengenyam pendidikan tinggi, untuk meraih gelar sarjana, berharap memperoleh pekerjaan dan atau bahkan mungkin diharapkan dapat menciptkan pekerjaan, dengan segudang pengalaman di luar perkuliahan (jika mengikuti organisasi/kegiatan diluar kelas). Lalu, apa yang telah kita peroleh selama ini? Cobalah lihat data-data terkait kampus yang dipajang di website, disuguhkan di seminar? Cobalah diresapi, terlebih dahulu dan kemudian relevansikan, dan kaitkan dengan kondisi mahasiswa dan seluruh civitas di UB?. Di sesi kedua pemateri yang berasal dari FIA, Fami Putra, mencoba menggiring alur berpikir mahasiswa FIB yang menghadiri seminar terutama para mahasiswa baru. Mencoba mempertanyakan apakah dari biaya yang telah kita investasikan, atau secara sederhana dapat kita ibaratkan uang yang telah kita tanamkan untuk menuai buah ke
Selasa yang lalu, prodi antropologi mengadakan sebuah pertemuan, semacam pertemuan untuk berdiskusi, yang bahasa kampusnya disebut “lokakarya”. Adalah lokakarya kurikulum yang diikuti para dosen dan mahasiswa yang diwakili oleh Himaprodi. Ternyata, dilokakarya ini, tidak hanya diikuti oleh dosen internal, tapi beliau-beliau juga mendatangkan pakar, seorang profesor antropologi, dari UI, yakni Pak Amri Marzali untuk "berguru" dan saling bertukar pendapat tentang penyusunan kurikulum. Saya terkesan sekali karena bisa mendapat—kebetulan kesempatan untuk melihat secara langsung dan bersalaman dengan Pak Amri. Karena beberapa hari hari lalu, sebelum tahu kalau beliau ke Malang, ada di dunia antro FIB, UB dalam beberapa jam, sempat membaca buku bunga rampainya Tania Li dan terdapat tulisan kata pengantar dari beliau. Tulisan pengantar ini cukup menggelitik saya pada satu sub, yang diberi judul “romantisme antropologika”:D Tapi jauh sebelum tiba disemester ini, pernah suatu
Komentar