After Research: Kisah Tentang Rumah-Rumah Selama Penelitian Lapangan


Menurut saya, ini adalah sebuah cerita yang bisa dicerita-ceritakan. Menurut saya cukup unik juga, atau kebetulan saja,atau ya itu tadi....bisa diceritakan dan dijadikan tulisan. Namun hal ini agak sedikit (kita sebut saja, horor, walaupun mungkin sebenarnya ini juga bisa jadi gosip) terkait pengalaman selama penelitian dari tahun 2012-2014. Ada kesamaan yang saya rasakan dan saya temukan selama menjalankan tradisi dan ritual di prodi antropologi ini. Jika dihitung secara keseluruhan hingga saat ini, total kegiatan lapangan yang sudah saya lakukan selama menjadi mahasiswa antropologi adalah:
  1. Penelitian Gondangegi, Desa Ganjaran (peserta)
  2. Penelitian Lamongan, Desa Kebontengah (peserta)
  3. Penelitian Ampelgading, Desa Purwoharjo (peserta)
  4. Penelitian Gondanglegi, Desa Sepanjang (supervisor)

Lalu, apakah kesamaanya itu?, dalam setiap lokasi tempat tinggal saya dan teman-teman bisa dikatakan dilekati gosip dan sesuatu yang mungkin fenomena nya harus begitu....

1. Penelitian Gondangegi, Desa Ganjaran (peserta) tanggal 2-12 Juli 2012
Waktu itu, adalah pengalaman pertama melakukan kegiatan penelitian, sehingga persiapan dan perencanaan sangat minimalis. Terlalu minimalisnya, maka urusan tempat tinggal pun bisa dikatakan sangatlah ala kadarnya. Saya dan teman-teman 2011 pada masa itu, yang berjumlah 20an anak harus rela berdesak-desakan tidur dan menetap di satu rumah, yang ternyata kami ketahui sebelumnya rumah tersebut adalah rumah yang sudah kosong, tidak berpenghuni, bekas tempat bu bidan, dan kalau mau diingat-ingat masa itu.... ternyata kami bisa melewati hari-hari selama berada di penelitian. 

2Penelitian Lamongan, Desa Kebontengah (peserta) tanggal 26 Mei-3 Juni 2013
Kali kedua melakukan penelitian, agak jauh (karena keluar Malang), yakni di lingkungan desa dosen kami. Format tempat tinggal kali ini tidak terpusat di satu rumah seperti halnya pengalaman semester dua. Kini setiap sekitar 6 anak tinggal di satu rumah yang dibagi per dusun.  Lagi-lagi, saya dan kelima teman perempuan saya tinggal di sebelah rumah pak kasun (kepala dusun), yang kemudian diketahui, bahwa rumah yang kami tinggali selama sepuluh hari penelitian lapangan adalah rumah yang sudah kosong, dua tahun malah, penghuninya entah kemana (saya lupa), yang pasti sudah tidak terawat (apalagi kamar mandinya), hanya dipakai untuk menonton tv oleh bapak kasunnya. Satu hal lagi, rumah yang kami tinggali ini hampir seperti kebun binatang. Hari pertama istirahat kami ditemani sama luwing semacam kaki seribu yang bentuknya seperti cacing (takut deh sama hewan yang begini), dan malam hari kita bisa mendengarkan suara tokek, tanpa tahu dimana ia berada.   

3. Penelitian Ampelgading, Desa Purwoharjo (peserta) tanggal 19-23 Januari 2014
Khusus penelitian yang ketiga, di semester lima ini terdapat penelitian pada justru di matakuliah pilihan (ini seperti kita tidak terlalu niat membeli sebuah barang, tapi dapat bonus!). Tapi di penelitian inilah saya benar-benar merasakan bagaimana tinggal di sebuah keluarga baru, mengenalnya, berbagi cerita, sekaligus melakukan penelitian. Ada rasa ketika bagaimana kamu harus disuruh pulang, disuruh kalau mau pergi, jangan lupa makan dulu, balik ke rumah. Jadi, tidak terlalu gimana-gimana di rumah ini...
  
4. Penelitian Gondanglegi, Desa Sepanjang (supervisor) tanggal 9-14 Juni 2014
Di lokasi penelitian kali ini, saya tidak menjadi peserta yang mondar-mandi kesana kemari mencari data, tetapi saya mondar-mandir, melihat dan mendengar cerita-cerita saja yang diceritakan oleh peserta, anak-anak mahasiswa 2013. Entah kenapa, usut punya usut rumah tempat tinggal saya bersama teman dan adik tingkat ini juga tidak lepas dari gosip, dari cerita. Berdasar cerita mahasiswa 2013 (yang ia dapat cerita-cerita dari tetangga waktu ngobrol) mengatakan jika rumah yang saya tempati itu, juga baru dibangun, tapi tidak ditempati oleh pemilik rumah. Mereka malah tinggal di sebelah rumah yang sebenarnya tidak lebih luas dan lebih bagus dari rumah yang saya tinggali. Gaya rumah ini cukup klasik, karena memiliki pintu, jendela ala rumah jawa, dan pintu dalamnya malah ada ukirannya. Dari segi lokasi, sebenarnya sudah sangat baik (karena di depannya ada musholla), tapi, tapi di depan musholla, di samping dan belakang dan agak-agak kesananya rumah itu sudah kebun tebu, kebun bambu yang gelap sekali kalau malam.

Jadi, kesamaan selama menjalani hidup sebagai mahasiwa antropologi yang menjalankan ritual mengenal daerah baru, tempat tinggal baru... tempat dan rumah yang saya tinggal itu ternyata punya cerita-cerita yang bisa dicerita-ceritakan dan disadari dapat dikaitkan (karena ada kesamaan) setelah terlewati seluruhnya...yaitu pernah kosong. Oke. Kalau rumah kosong, itu ceritanya selalu.....selalu.....(ya bisa kita tebak ceritanya gimana-gimana)....
Tapi ini hanyalah pendapat dan argumen pribadi saya saja....ini juga didapatkan dari cerita-cerita dan kisah-kisah yang menghiasi masa penelitian... cukuplah tidak perlu merasakan "observasi - partisipasi" hawa yang gimana-gimana itu....setelah diingat-ingat, kenapa rumah yang saya tinggali mempunyai riwayat pernah kosong, cukup menjadi bahan yang bisa dicerita-ceritakan dan dituliskan! ini sebagai ejarahnyasalah satu upaya menghilangkan kejenuhan dan rutinitas yang diderita, J



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sastra Harus Bicara

Jika Biaya Kuliah Mahal, Apa yang Harus Kita Jual? (Mengintip Kebijakan UKT Universitas Brawijaya)

Antropologi ditengah Pasar