Profil Program Mahasiswa Wirausaha : Sepatu handmade ramah lingkungan “Trois”




*Artikel ini telah dimuat di Majalah MIMESIS FIB UB 2012

Berangkat akan kecintaannya terhadap sepatu dan kemampuan dalam menggagambar (mendesain), mampu membuat  Tri  Sutrisno,  Mahasiswa  angkatan 2009 ini telah  menjalankan  usaha  sepatu  handmade berbahan  dasar  kulit  dan bahan daur ulang  “ramah  lingkungan”  yang  ia  beri  nama sepatu “Trois”.      


Apa Sih PMW itu?                                                        
Berawal dari usaha  tersebut, kini Tri  , menjadi salah satu mahasiswa di Fakultas  Ilmu Budaya, yang mengikuti  Program  Mahasiswa Wirausaha.  Program  tersebut  yakni suatu program pendanaan  berasal  dari  Dikti,  tujuannya  adalah  untuk  membantu mahasiswa yang telah  memiliki  usaha  untuk  mengembangkannya atau memiliki konsep untuk merealisasikan usahanya. Program ini diadakan setiap  tahun,  hanya  saja,  untuk  tahun ini  beberapa  regulasi  mengalami  perubahan. Jika pada  tahun  sebelumnya,  PMW   hanya  bisa  diikuti  oleh  para mahasiswa  yang  telah menempuh minimal  semester  lima,  sedangkan  untuk  tahun  2012, mahasiswa  semester  tiga  sudah  diperkenankan untuk mendaftar.  Begitu  juga  dengan  pendanaan  yang  diberikan  pada  setiap proposalnya,  yaknisebesar  delapan  juta  rupiah,  lebih  minim  dibandingkan  dengan tahun  sebelumnya,  yakni  dalam  hitungan  individu  dalam kelompok. Artinya,  jika dalam satu kelompok  tersebut berisi  lima orang, maka dana yang akan cair bisa mencapai 40  juta rupiah. Sistem yang diberlakkukan dala program mahasiswa wirausaha tahun  ini  juga mengalami  perubahan.  Jika  di  tahun  sebelumnya  pencairan  dana menggunakan  dana  hibah,  dan  mengaakomodir sendiri untung dan rugi, pada  tahun 2012 diberlakukan sistem bergulir, dimana untung dan rugi menjadi  tanggungan bersama dan memberikan sebagian penghasilan dari usaha  yang dijalani.  Untuk  besaran  jumlah keuntungan  yang  harus  diberikan  kepada  rektorat  untuk  saat  ini masih  dalam  tahap perundingan.  
Produk Troiss (dok.Facebook Troiss)



Sepatu handmade “Trois”


Sebenarnya sebelum mengikuti program tersebut, Tri sudah menjalankan usahanya di semester ke  tiga. Namun, karena kala  itu peraturan mengharuskan mahasiswa yang mendaftar minimal semester lima,  keinginan  untuk mengikuti  PMW  pun  sempat  tertunda.   Akhirnya  di  semester  lima  Tri mendapat kesempatan  mengajukan  proposal  sepatu  handmadenya  dan  terpilih  sebagai  182  mahasiswa  yang mendapat pendaanaan PMW.  Sepatu  handmade  karya  Tri  Sutrisno  yang  bernama  Trois  ini  mengambil  kata  dalam  bahasa perancis  trois berarti  tiga, dan sama dengan arti namanya  tri. Filosofinya dalam pemilihan nama sepatu  tersebut juga didasari bahwasannya sebuah sepatu hanya bisa  dilihat dari 3 arah, yaitu dari sisi depan, samping, atas.  “Konsep desain sepatuku  itu simple, smart  tapi stylish”, ceritanya saat ditemui di depan FIB.   Terdapat dua segmen kulit dan daur ulang. Konsep sepatu daur ulang lah yang ia ajukan ke PMW.  Adalah sepatu dengan  bahan  dasar  dari  pakaian  yang  tidak  terpakai  yang  bisa  dijadikan motif  untuk  desain  sepatu. Sepatu handmade ramah lingkungan ini berprinsip 3R, Reduce, Recycle, Reuse.  

Manajemen Usaha 
Selama ini untuk memproduksi sepatunya kakak yang biasa dipanggil troa ini pun menjalin relasi dengan  para  perajin  sepatu.  Ada  beberapa  pendekatan  dalam  mempromosikan  produk  sepatu handmadenya. Selain melalui promosi dari mulut ke mulut, internet, relasi dan self endorsement. Maksud  dari  self  endoersement  ini    artinya  ketika  trois  akan mengeluarkan  desain  sepatu  baru,  untuk menarik perhatian para pembeli, maka sang pemilik sendirilah yang menggunakan produk sepatunya.  Untuk sistem pembeliannya sendiri, bisa dilakukan dengan memesan produk sepatu dengan desain yang sudah  di  sediakan,  membawa  desain  sendiri,  atau  mengobrol  bersama  antara  pemilik  usaha  dan konsumennya mengenai  desain  dan  pemilhan material  sepatu.    Berkenaan  dengan  harga,  pembelian sepatu handmade  ini bisa dilakukan by request, artinya kita dapat membeli sepatu Trois namun   desain dan material  sepatu  tersebut mampu menyesuaikan  dengan  budget  yang  kita miliki.  Artinya,  dengan melakukan sedikit diskusi untuk membuat konversi antara harga dan bahan.  “Jadi yang  fleksibel,  istilahnya Eco buyer  lah,  lebih ke kita  tuh  teman buat pembeli   bukan penjual dan pedagang”, kata mahasiswa yang aktif di organisasi AIESEC ini. Modal awal Tri dalam membuka usahanya  ini hanya sebesar satu juta rupiah.  Di semester 5, ia menambah  modalnya  sebesar  dua  juta  rupiah.  Hingga  saat  ini,  dalam  omset  per  bulan  ia  dapat  menghandle sepuluh sepatu yang dibanderol dengan harga rata-rata dua ratus ribu.   Tri  mengaku  bahwa  produk  stok  sepatunya  tidak  ada  matinya  alias  regenerasi  terus.    Jika penjualan  sepatu  merk  lainnya,  menunggu  order,  dalam  manajemen  Trois,  Tri  akan mengeluarkan pancingan berupa sepatu model baru dan mempromosikannya melalui self endorsement.  Kemudian jika sepatu  tersebut mampu menarik  perhatian  dan    diterima, maka  sepatu  akan  diproduksi  secara masal. Sepatu Trois ini membidik segmen mahasiswa, dan menengah atas.  

Inspirasi 
Menurut Tri, keberadaan Program Mahasiswa Wirausaha  ini positif sekali. Pasalnya mahasiswa dapat   mengembangkan usaha dan pada gilirannya produk buatan mahasiswa Brawijaya sendiri dapat lebih eksis, dikenal dan diakui oleh masyarakat.  Ide awalnya  ia mengaku  “kecelakaan” untuk menjalani usaha  sepatu  handmade  ini. Ketika masih  kos  di  di  dinoyo  dahulu,  ia melihat  rak  sepatunya  lah  yang paling penuh, karena berisi sekitar 11 pasang sepatu. Terbesitlah ide untuk membuat desain sepatu dan memberikannya  pada  perajin,  kebetulan  tri  juga  bisa menggambar, mendesain  sendiri  sepatu  yang  ia pikir bisa digunakan sendiri jika belum laku untuk dijual.  Awalnya membuat percobaan 3 sepatu dengan ukuran  41,  dan  rupanya  respon  teman-teman  sangat  positif,  dan  menarik  seorang  temannya  untuk membeli. Dari situlah berjalan terus, hingga saat  ini. Pada waktu itu bahan yang digunakan adalah jaket second  yang  bermotif  bagus  dan  karung  goni.  Dari  kedua  bahan  itulah  mampu  dihasilkan  3  pasang sepatu.  Selanjutnya  ia  kemudian  membongkar  lemari  bapaknya  dan  menemukan  celana  yang  tidak terpakai  yaitu  kain  caoudury  semacam  kain  beludru,  dan  karung  goni  yang minim  pemanfaatan,  dan kesemuanya itu menjadi bahan motif pembuatn sepatu.  Tri mengungkapkan  jika, kita para mahasiswa  ingin mengikuit PMW,   persiapkan dari sekarang.  “list  ide  kalian,  nanti  kalian  pilih  yang  paling menarik,  kreatif,  paling  bisa  direalisasikan”.  Apabila  judul  yang  diajukan  sudah  jalan  terlebih  dahulu,  peluang  untuk  diterima  di  PMW  ini  juga  akan  lebih  besar daripada yang masih berupa konsep.  “dunia wirausaha  ini  ribet-ribet  asik,  dunia wirausaha  itu  gak  usah  pakai  sekolah  pun  bisa, modalnya semangat,  kretif,  sama  mau  susah  apa  enggak”,  begitu  akunya.  Membangun  mental  dan  mindset  dengan baik dan yang paling penting  juga harus  fokus, buatlah usaha yang saling relevan. Menurut Tri,  Do what you  love,  love what you do, dengan berwirausaha di bisnis kreatif  ini bisa Makin kreatif, makin  haus  untuk  berkarya.  “Jadi,  kalau  emang  mau  start  up  bisnis,  pikirkan  dulu  apa  yang  kalian  cintai”.
(hanifati,antro’11)  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sastra Harus Bicara

Jika Biaya Kuliah Mahal, Apa yang Harus Kita Jual? (Mengintip Kebijakan UKT Universitas Brawijaya)

Antropologi ditengah Pasar